KOPI Indonesia merupakan negara produsen KOPI keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia. Kemampuan Indonesia sebagai salah satu produsen KOPI terbesar di dunia adalah merupakan kisah panjang sejak jaman Pemerintah Hindia Belanda sejak awal 1900-an. Ketika itu, pemerintah Hindia Belanda menjadikan KOPI sebagai salah satu komoditas andalan ekspor. KOPI dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda dan hampir seluruh hasilnya diekspor, kecuali KOPI yang tidak laku diekspor. KOPI yang berkualitas rendah ini dijual ke pasar dalam negeri. Sejalan dengan didirikannya perkebunan KOPI pada masa itu, maka menjamur pulalah industri pengolahan KOPI bubuk meski secara mayoritas skala usahanya masih industri menengah kecil. Cikal bakal produsen KOPI terbesar saat ini, seperti merek Kapal Api telah berdiri pada saat itu (1927).
Pertumbuhan produksi KOPI olahan, terutama KOPI bubuk pun terus menanjak. Produksi KOPI bubuk Indonesia pada 2008 telah mencapai 129.659 ton. Dalam lima tahun terakhir (2004-2008), pertumbuhan produksi KOPI ini mencapai rata-rata 5,0 persen per tahun. Sebagaimana akan dibahas di Bab lain dalam Buku Studi ini, dimana hampir seluruhnya produksi KOPI bubuk dalam negeri dikonsumsi di pasaran lokal, artinya pertumbuhan yang relatif mendatar tersebut merupakan cerminan dari pertumbuhan konsumsi KOPI bubuk lokal yang tumbuhnya relatif landai pula.
Belakangan, berbagai diferensiasi KOPI olahan dikembangkan di dalam negeri, tetapi tampaknya hanya ada dua jenis yang mendapat pasar, yakni KOPI instan (tanpa ampas) dan KOPI mix. KOPI instan muncul di pasar dalam negeri seiring dengan berdirinya PT Nestle Indonesia (1993), dan kemudian PT Sari Incofood Corporation (1984). Dalam lima tahun terakhir, produksi KOPI instan ini berkisar pada 10.000an ribu ton per tahun dengan tren pertumbuhan dalam periode 2004-2008 relatif lamban, yakni mencapai 4,3 persen per tahun. Produksi KOPI instan di Indonesia pada 2008 mencapai 10.995 ton, dan produksi 2009 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, yakni 11.000 ton.
Secara keseluruhan, jumlah produksi KOPI bubuk dan KOPI instan pada 2008 mencapai 140.654 ton, naik rata-rata 4,8 persen per tahun sejak 2004 atau selama periode lima tahun terakhir. Pada 2009, produksi kedua jenis KOPI ini diperkirakan mencapai 141.000 ton. Perkiraan produksi ini didasarkan pada pengaruh stagnasi pertumbuhan ekonomi 2009 sebagai kelanjutan dampak krisis finansial global pada 2007-2008 sebelumnya.

Ton
Trend
Ton
Trend
Ton
Trend
Ton
Trend
2004
116,790
-
106,903
-
9,887
-
84,300
-
2005
123,778
6.0%
110,741
3.6%
13,037
31.9%
102,053
21.1%
2006
132,665
7.2%
122,295
10.4%
10,370
-20.5%
87,091
-14.7%
2007
136,789
3.1%
126,097
3.1%
10,692
3.1%
74,410
-14.6%
2008
140,654
2.8%
129,659
2.8%
10,995
2.8%
87,505
17.6%
2009*
141,000
0.2%
130,000
0.3%
11,000
0.0%
90,000
2.9%
Rata-rata (2004-2008)
4.8%

5.0%

4.3%

2.4%
Pasar perKOPIan di dalam negeri dewasa ini tidak hanya diramaikan oleh KOPI bubuk dan KOPI instan, tetapi juga oleh kehadiran KOPI mix yang makin mendapat tempat di penggemar KOPI dalam negeri. Keunggulan KOPI ini tidak hanya terletak pada disain pengemasannya yang sedemikian rupa sehingga sangat praktis dikonsumsi, karena dikemasan dalam kemasan sachet, tetapi juga kreatifitas para produsen KOPI yang menyajikan dalam berbagai varian, baik ditinjau dari sisi decafeinated atau pun non decafeinated; maupun ditinjau dari beragam campuran rasa. Lonjakan produksi pun tak terhindarkan, bahkan secara kuantitas menyamai atau pernah menyamai jumlah produksi KOPI bubuk itu sendiri, yakni 102.053 ton pada 2005 (Sumber: BPS). Memang, produksi masih terlihat fluktuatif, dan pada tahun 2008 tercatat sebesar 87.505 ton.
Bagaimana pun juga gonjang-ganjing perekonomian dalam lima tahun terakhir karena hantaman berbagai krisis, tak pelak mempengaruhi perkembangan produksi dari KOPI mix ini pula. Sebab, sebagaimana diketahui, bahwa proporsi KOPI dalam KOPI mix ini sebetulnya relatif kecil (antara 5 hingga 13% volume), artinya yang terbesar adalah komponen lainnya seperti susu, gula dan campuran lainnya seperti cokelat, ginseng, creamer, jahe dan lain-lain. Karena umumnya, KOPI mix dikemas dalam bentuk sachet, faktor biaya kemasan juga mempengaruhi produksi dari pada KOPI ini.
Dilihat dari segi produsen, PT Santos Jaya Abadi masih menjadi leader di bisnis perKOPIan di Indonesia, dimana dalam tiga tahun terakhir (2007- 2009) perusahaan ini menguasai antara 44% hingga 45% pangsa pasar KOPI di Indonesia. Sedangkan PT Torabika Eka Semesta tetap menguntit pada urutan kedua dengan pangsa priduksi pada kisaran 17% hingga 22%, diikuti oleh PT Sari Incoffod Corporation pada share produksi antara 13% hingga 14% dan PT Nestle Indonesia pada kisaran share produksi pada 5% hingga 6%.
Dari segi produksi per perusahaan ini pula dapat menggambarkan peta persaingan KOPI di Indonesia, dimana masih dikuasai oleh segelintir perusahaan-perusahaan besar saja. Meskipun sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa total produsen KOPI di Indonesia mencapai lebih dari 400 perusahaan, dimana yang dipastikan masih aktif berproduksi sebanyak 205 perusahaan, tetapi jumlah usaha kecil yang jumlah ratusan tersebut hanya memiliki pangsa dari sisi produksi tidak lebih dari 8% saja. Artinya, dalam peta persaingan ini jelas perusahaan-perusahaan kecil tersebut sulit untuk mampu bersaing secara sehat terhadap segelintir perusahaan besar yang mana sangat agresif dalam periklanan produknya, baik di media televisi, radio maupun media cetak.
Tak heran, pada tahun 2009 yang lalu kerasnya persaingan di bidang bisnis KOPI di Indonesia ini menelan korban sebanyak 110 buah perusahaan rumah tangga, kecil atau menengah yang tidak mampu beroperasi lagi, dimana 69 perusahaan telah berhenti kegiatan operasionalnya dan 17 perusahaan betul-betul berhenti produksi secara permanen, serta tiga perusahaan membatalkan rencana usaha memproduksi KOPI.